BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang
diwajibkan kepada subyek pajak Orang pribadi maupun wajib pajak badan yang
menerima penghasilan. Pajak penghasilan (PPh) diatur dalam UU No. 36 tahun
2008. Pajak penghasilan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, pasal 22, Pasal 23/26, Pasal 24, dan Pasal
25.
Pada tahun 2009 ini berlaku Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Salah satu hal yang mengalami perubahan
adalah ketentuan tentang pemotongan PPh Pasal 21. Ketentuan pelaksanaan tentang
hal ini diatur dalam Peraturan Dirjen
Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009. Berdasarkan ketentuan inilah kami menuliskan tentang
pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan dokter.
Dokter dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-31/PJ/2009 termasuk pula dalam kelompok tenaga ahli di mana tenaga ahli
juga masih termasuk dalam kelompok penerima penghasilan bukan pegawai. Tenaga
ahli sendiri masuk dalam kelompok penerima penghasilan bukan pegawai seperti
tercantum dalam Pasal 3 huruf c yang berbunyi:
Penerima Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan
/atau PPh pasal 26 yang merupakan bukan pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan , jasa atau kegiatan, antara lain
meliputi :
1. Tenaga
ahli yang melakukan pekerjaan bebas , yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan,
notaries, penilai, dan aktuaris.
2. Pemain
music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainya.
3. Olahragawan
4. Penasihat,
pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5. Pengarang,
peneliti, dan penerjemah.
6. Pemberi
jasa dalam segala bentuk bidang termasuk teknik computer dan system aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan social.
7. Agen
iklan.
8. Pengawas
atau pengelola proyek.
9. Pembawa
pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
10. Petugas
penjaja barang dagangan.
11. Petugas
dinas luar asuransi.
12. Distributor
perusahaan multilevel marketing atau direct selling atau kegiatan sejenis
lainya.
Definisi Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah
orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas)
yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau
kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari
pemberi penghasilan. Namun demikian, cara perhitungan PPh Pasal 21 Pada
peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009. Di Pasal 9 ayat (1)
huruf c Peraturan Dirjen, dasar pengenaan pajak bagi tenaga ahli (berarti juga
dokter) yang melakukan pekerjaan bebas adalah 50% dari jumlah penghasilan
bruto. Khusus mengenai dokter, Pasal 10 ayat (6) memberikan penjelasan tentang
penghasilan bruto dokter yaitu bahwa dalam hal penghasilan dokter yang
melakukan praktek di rumah sakit atau klinik maka penghasilan bruto adalah
sebesar jasa dokter yang dibayar pasien melalui rumah sakit/klinik
sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit/klinik.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Bagaimana
cara menghitung PPh pasal 21 untuk Dokter
yang berstatus bukan pegawai?
BAB II
PEMBAHASAN
Dokter
adalah termasuk dalam golongan tenaga ahli. Tenaga ahli sendiri masuk dalam
kelompok penerima penghasilan bukan pegawai seperti yang tercantum dalam Pasal 3 huruf c poin 1 PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009.
Pengahasilan yang dipotong PPh pasal 21 pasal 5 ayat 1 poin e, yang
berbunyi imbalan kepada bukan pegawai antara lain berupa honorarium, komisi,
fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa , dan kegiatan yang dilakukan.
Berdasarkan ayat 2, penghasilan tersebut
termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainya dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak
yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Final, atau Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus ( deemed profit) .
A.
DASAR
PENGENAAN DAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21
Dasar
Pengenaan dan pemotongan PPh pasal 21 yang sesuai dengan Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 pasal 9
adalah sebagai berikut :
- Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
1. pegawai tetap;
2. penerima pensiun berkala;
3. pegawai tidak tetap yang
penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang
diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 1.320.000,00 (satu
juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
4. bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf c selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat
berkesinambungan.
- jumlah penghasilan yang melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
- 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c angka 1;
d. Jumlah penghasilan bruto, yang
berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan
sebagaimana di maksud pada huruf a, b dan huruf c.
Berdasarkan
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 Pasal 16 perhitungan
PPh Pasal 21 atas dokter (Tenaga Ahli) adalah:
1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh dari Penghasilan Kena Pajak;
2. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh dari Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21. Dasar Pengenaan dan
Pemotongan ditentukan sebesar 50% dari jumlah bruto; dan
3. Tarif 15% dari jumlah bruto
(bersifat Final) khusus untuk penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang
hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apapun
yang dananya berasal dari APBN/APBD serta yang menerimanya
PNS/TNI/POLRI/Pejabat Negara golongan III/a ke atas atau Letnan Dua ke atas.
- Apabila tidak/ belum memiliki NPWP maka tarifnya adalah 20% lebih tinggi atau 120% dari yang seharusnya terutang (Sesuai dengan pasal 20 PER 31/PJ/2009).
Untuk
Pembayaran dan pelunasan, dilakukan dengan 2 cara :
1. Pemotongan/Pemungutan oleh pihak
pemberi penghasilan.
2. Penyetoran sendiri oleh Wajib pajak
setelah menghitung dan memperhitungkan PPh terhutang selama satu tahun pajak.
B.
CONTOH PERHITUNGAN PPH PASAL 21
UNTUK DOKTER
Untuk
mempermudah dalam memahami penjelasan tersebut disini terdapat beberapa contoh
perhitungan pajak atas dokter:
1.
Atas dasar Honorarium, komisi atau fee, uang saku,
uang presentasi, uang rapat (bukan pegawai tetap).
Contoh soal 1 :
Bapak Candra adalah seorang dokter yang bekerja di
Rumah Sakit Hidayatullah, Yogyakarta. Penghasilan Bapak Candra selama
Caturwulan pertama adalah bulan Januari 2010 adalah sebesar Rp70.000.000, bulan Februari 2010 adalah
sebesar Rp 80.000.000, bulan Maret 2010 sebesar Rp. 75.000.000 dan penghasilan
pada bulan April 2010 adalah sebesar Rp.90.000.000 . Berapa besarnya PPh pasal
21 bapak Candra setiap bulannya?
Cara
menghitungnya :
a.
Bulan Januari 2010, jasa tenaga ahli ( Dokter) sebesar
Rp. 70.000.000.
DPP : Rp. 70.000.000 x 50% = Rp. 35.000.000
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000;
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000;
PPh 21 yang harus dipotong :
5% x Rp. 35.000.000 = Rp. 1.750.000
b.
Bulan Februari 2010, jasa tenaga ahli (Dokter) sebesar
Rp. 80.000.000
DPP : Rp. 80.000.000 x 50% = Rp.
40.000.000
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000 + Rp 40.000.000 = Rp. 75.000.000.
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000 + Rp 40.000.000 = Rp. 75.000.000.
PPh 21 yang harus dipotong:
5% x Rp. 15.000.000 = Rp. 750.000
15% x Rp. 25.000.000 = Rp. 3.750.000
Jumlah PPh 21 yang harus dipotong : Rp 4.500.000
5% x Rp. 15.000.000 = Rp. 750.000
15% x Rp. 25.000.000 = Rp. 3.750.000
Jumlah PPh 21 yang harus dipotong : Rp 4.500.000
c.
Bulan Maret 2010, jasa tenaga ahli (Dokter) sebesar Rp
75.000.000
DPP : Rp. 75.000.000 x 50% = Rp.
37.500.000
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000 + Rp 40.000.000 + Rp. 37.500.000 = Rp. 112.500.000.
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000 + Rp 40.000.000 + Rp. 37.500.000 = Rp. 112.500.000.
PPh 21 yang harus dipotong:
15% x Rp. 37.500.000 = Rp. 5.625.000
15% x Rp. 37.500.000 = Rp. 5.625.000
d.
Bulan April 2010, jasa tenaga ahli (Dokter) sebesar Rp.
90.000.000
DPP : Rp. 90.000.000 x 50% = Rp.
45.000.000
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000 + Rp 40.000.000 + Rp. 37.500.000 + Rp.45.000.000 = Rp. 157.500.000.
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000 + Rp 40.000.000 + Rp. 37.500.000 + Rp.45.000.000 = Rp. 157.500.000.
PPh 21 yang harus dipotong:
15% x Rp. 45.000.000 = Rp. 6.750.000
15% x Rp. 45.000.000 = Rp. 6.750.000
Contoh soal 2 :
dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter spesialis
jantung yang melakukan praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dengan
perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan
dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan
sisanya sebesar 80% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Abdul
Gopar, Sp.JP pada setiap akhir bulan. Selain praktik di Rumah Sakit Harapan
Jantung Sehat dr. Abdul Gopar, Sp.JP juga melakukan praktik sendiri di klinik
pribadinya. dr. Abdul Gopar, Sp.JP telah memiliki NPWP dan pada tahun
2009, jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Abdul Gopar, Sp.JP di
Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat adalah sebagai berikut:
Bulan
|
Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rupiah)
|
Januari
|
45,000,000.00
|
Februari
|
49,000,000.00
|
Maret
|
47,000,000.00
|
April
|
40,000,000.00
|
Mei
|
44,000,000.00
|
Juni
|
52,000,000.00
|
Juli
|
40,000,000.00
|
Agustus
|
35,000,000.00
|
September
|
45,000,000.00
|
Oktober
|
44,000,000.00
|
November
|
43,000,000.00
|
Desember
|
40,000,000.00
|
Jumlah
|
524,000,000.00
|
Maka
Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulannya adalah sebagai
berikut :
Bulan
|
Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rupiah)
|
Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 (Rupiah)
|
Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 Kumulatif (Rupiah)
|
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
|
PPh Pasal 21 terutang (Rupiah)
|
(1)
|
(2)
|
(3)=50%
x (2)
|
(4)
|
(5)
|
(6)=(3)
x (5)
|
Januari
|
45,000,000
|
22,500,000
|
22,500,000
|
5%
|
1,125,000
|
Februari
|
49,000,000
|
24,500,000
|
47,000,000
|
5%
|
1,225,000
|
Maret
|
47,000,000
|
3,000,000 20,500,000
|
70,500,000
|
5%
15%
|
150,000 3,075,000
|
April
|
40,000,000
|
20,000,000
|
90,500,000
|
15%
|
3,000,000
|
Mei
|
44,000,000
|
22,000,000
|
112,500,000
|
15%
|
3,300,000
|
Juni
|
52,000,000
|
26,000,000
|
138,500,000
|
15%
|
3,900,000
|
Juli
|
40,000,000
|
20,000,000
|
158,500,000
|
15%
|
3,000,000
|
Agustus
|
35,000,000
|
17,500,000
|
176,000,000
|
15%
|
2,625,000
|
September
|
45,000,000
|
22,500,000
|
198,500,000
|
15%
|
3,375,000
|
Oktober
|
44,000,000
|
22,000,000
|
220,500,000
|
15%
|
3,300,000
|
November
|
43,000,000
|
21,500,000
|
242,000,000
|
15%
|
3,225,000
|
Desember
|
40,000,000
|
8,000,000
12,000,000
|
250,000,000
262,000,000
|
15%
25%
|
1,200,000
3,000,000
|
Jumlah
|
524,000,000
|
262,000,000
|
|
|
35,500,000
|
Dan
apabila ternyata dr. Abdul Gopar Sp.JP tidak memiliki NPWP, maka PPh
Pasal 21 terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 terutang sebagaimana
contoh di atas.
2.
Atas Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya
terkait dengan gaji, karena sebagai pegawai tetap.
Contoh soal :
Contoh soal :
Dokter Yusuf adalah seorang pegawai tetap di RS Sardjito dan berstatus
belum kawin dengan gaji dan tunjangan sebulan adalah sebesar Rp15.000.000,-.
Berapa PPh Pasal 21 yang terutang dan
harus dipotong oleh pemberi kerja?
Penyelesaian:
Gaji + Tunjangan setahun : 15.000.000
x 12 = Rp180.000.000,-
Pengurang :
Biaya jabatan :
Pengurang :
Biaya jabatan :
(5%x jumlah bruto penghasilan
setahun,
maksimal Rp6.000.000) =
Rp
6.000.000,-
PTKP Wajib Pajak = Rp 15.840.000,-
PTKP Wajib Pajak = Rp 15.840.000,-
Penghasilan Kena Pajak :
(Rp180.000.000 - Rp 6.000.000 - Rp
15.840.000) = Rp158.160.000,-
PPh Pasal 21 terhutang setahun :
Tarif Pasal 17 x PKP =
5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000
15% x Rp108.160.000,- = Rp16.224.000
Total = Rp18.724.000
PPh Pasal 21 terhutung sebulan :
Rp18.724.000 : 12 = Rp. 1.560.333
PPh Pasal 21 terhutang setahun :
Tarif Pasal 17 x PKP =
5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000
15% x Rp108.160.000,- = Rp16.224.000
Total = Rp18.724.000
PPh Pasal 21 terhutung sebulan :
Rp18.724.000 : 12 = Rp. 1.560.333
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dokter dalam Peraturan DirJen Pajak termasuk dalam
golongan tenaga ahli. Tenaga ahli sendiri masuk dalam kelompok penerima
penghasilan bukan pegawai seperti yang ditemukan dalam Pasal 3 huruf c poin 1 PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009. Penghasilan yang dipotong PPh
pasal 21 atas dokter ( tenaga ahli ) adalah didasarkan pada kumulatif
penghasilan bruto dan besarnya tarif yang sesuai dengan pasal 17 UU PPh tahun
2008. Secara lebih detailnya untuk cara pemotongan PPh pasal 21 atas dokter ini
diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 pasal 16.
Dari beberapa contoh diatas dapat dilihat bahwa
adanya perbedaan besarnya PPh pasal 21 atas dokter hal ini dikarenakan atau
tergantung dengan macam-macam penghasilan yang diterima oleh dokter tersebut.
Yang pertama, Atas dasar
Honorarium, komisi atau fee, uang saku, uang presentasi, uang rapat yang
dananya berasal dari APBN/APBD ataupun yang bukan, cara menghitung pajaknya
adalah penghasilan bruto yang sudah dikumulatifkan sebesar 50% yang langsung
dikalikan dengan tarif yang sesuai dengan pasal 17 UU PPh. Yang kedua, Atas
Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, karena sebagai
pegawai tetap, untuk cara menghitung pajaknya adalah
besarnya gaji dan tunjangan yang dikurangi dengan biaya jabatan sebesar 5 %
dari penghasilan bruto ( maksimal sebesar Rp 6.000.000) per tahun dan PTKP kemudian
dikalikan dengan tarif yang sesuai dengan pasal 17 UU PPh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar