Jumat, 11 Mei 2012

Makalah Tentang Sensus Pajak


BAB I
Pendahuluan
  I.            Latar Belakang
Mengingat pajak mempunyai fungsi budgetair bagi Negara , maka dalam hal ini Direktorat Jenderal memiliki  program terbaru yaitu Sensus Pajak Nasional yang telah dilaksanakan akhir September 2011 . Alasan utamanya program ini adalah karena masih banyaknya wajib pajak baik badan maupun orang pribadi yang belum memenuhi kewajiban pajaknya.Sebab dari data BPS (Badan Pusat Statistik), jumlah perusahaan di Indonesia yang terdaftar adalah  22,3 juta perusahaan. Namun .yang menyerahkan SPT Badan di April 2011 lalu hanya 466 ribu.
Kemudian untuk wajib pajak orang pribadi juga demikian. Pada Maret 2011 lalu hanya 8,5 juta orang yang menyerahkan SPT pajaknya. Padahal jumlah pekerja di Indonesia berdasarkan data BPS mencapai 110 juta orang.Sungguh memprihatinkan bila Indonesia yang  memiliki jumlah penduduk yang besar, ternyata penerimaan negaranya hanya didukung oleh 466 ribu perusahaan dan 8,5 juta orang . Oleh karena itu,  penulis akan menulis apakah program Direktur Jendral Pajak  untuk mengimbau masyarakat membayar pajak melalui  sensus pajak akan berpengaruh positif terhadap penambahan jumlah Wajib pajak pribadi maupun Wajib Pajak Badan.
II.            Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa dasar hukum Pelaksanaan Sensus Penduduk ?
2.      Apakah tujuan yang ingin dicapai dari progam Sensus Pajak Nasional(SPN) 2011?
3.      Bagaimanakah mekanisme dalam pelaksanaan Sensus pajak Nasional (SPN) 2011?
4.      Bagaimanakah hasil dari sensus pajak Nasional (SPN) 2011?

BAB II
Isi
A.    Dasar Hukum
1.      Berdasarkan PMK 149/PMK.03/2011 Pasal 1 Ayat 2
Sensus Pajak Nasional merupakan salah satu program penggalian potensi perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak, pencapaian target penerimaan perpajakan dan pengamanan penerimaan negara.
2.      Berdasarkan PMK 149/PMK.03/2011 Pasal 2 Ayat 2
Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang pribadi dan badan.
3.      Berdasarkan PMK 149/PMK.03/2011 Pasal 2 Ayat 3
Lokasi subjek pajak adalah domisili, tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat kedudukan dari subjek pajak.
4.      Berdasarkan PMK 149/PMK.03/2011 Pasal 2 Ayat 4
Penyelenggaraan sensus pajak nasional dilakukan di seluruh wilayah Indonesia yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
B.     Tujuan Sensus Pajak
1.      Tujuannya adalah untuk  menjaring seluruh potensi perpajakan dalam rangka Tri Dharma Perpajakan, yaitu:
a)         Agar seluruh wajib pajak terdaftar;
b)        Agar seluruh objek pajak dikenakan pajak;
c)         Agar pelaksanaan kewajiban perpajakan dilaksanakan tepat waktu dan tepat jumlah


2.      Tujuan Lain
a)      Untuk meningkatkan kepatuhan WP yang memiliki NPWP yang belum mau membayar pajak dan untuk menggaet WP baru.
b)      Untuk memperkenalkan dan mensosialiasasikan tentang kewajiban membayar pajak kepada masyarakat secara umum.
c)      Untuk menambah pendapatan negara disektor pajak dari wajib pajak pribadi maupun badan agar target pendapatan tahun ini bisa tercapai.
d)     Untuk membantu orang yang mau membayar pajak dan bukan bertujuan untuk memberikan sanksi bagi masyarakat atau badan hukum yang belum membayar pajak
C.     Mekanisme Pelaksanan Sensus Pajak Nasional
1.      Sasaran dari Sensus Pajak Nasional
Sasaran dari SPN adalah pusat-pusat perbelanjaan dan tempat-tempat usaha termasuk perusahaan-perusahaan besar. Tempat usaha yang menjadi target Sensus Pajak Nasional ini tidak hanya mal besar, namun pedagang yang di pinggir jalan juga menjadi sasaran.
2.      Anggaran SPN 2011
KOMISI Xl DPR meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menggunakan anggaran sensus pajak nasional (SPN) sebesar Rp 226 miliar untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Sebab, sehingga angggaran tersebut bukanlah jumlah yang sedikit.Dengan anggaran sebesar itu diharapkan mampu meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak tahun depan.
3.      Mekanisme Umum
a)        Berdasarkan PMK 149/PMK.03/2011 Pasal 2 Ayat 1
Penyelenggaraan sensus pajak nasional dilakukan dengan cara mendatangi subjek pajak di lokasi subjek pajak.
b)      Berdasarkan PMK 149/PMK.03/2011 Pasal 3 Ayat 1
Dalam rangka penyelenggaraan sensus pajak nasional sebagaimana dimaksud, Menteri Keuangan membentuk tim sensus pajak nasional yang terdiri dari:
                                  i.          tim pada tingkat pusat;
                                ii.          tim pada tingkat kantor wilayah; dan
                              iii.          tim pada tingkat kantor pelayanan pajak.
c.         Berdasarkan PMK 149/PMK.03/2011 Pasal 3 Ayat
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat menggunakan tenaga non Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak untuk jangka waktu tertentu.
4.      SPN dilakukan degan teknik Wawancara
SPN dilakukan melalui kegiatan pendataan objek pajak dalam rangka pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dengan cara mendatangi Subjek Pajak di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan pendataan untuk mengumpulkan data ini menggunakan Teknik Wawancara langsung kepada responden (dalam hal ini adalah subjek pajak). Wawancara yang dilakukan oleh petugas sensus adalah berdasarkan pertanyaan yang terdapat pada Formulir Isian Sensus (FIS).
Formulir FIS harus diisi oleh petugas sensus berdasarkan keterangan responden, kecuali apabila responden tidak dapat ditemui secara langsung. Apabila responden tidak dapat ditemui secara langsung, maka petugas sensus akan meninggalkan Formulir FIS di lokasi sensus untuk diisi oleh responden dan akan diambil kembali pada waktu yang telah ditentukan oleh petugas sensus.
a)      Formulir Isian Sensus (FIS)
Formulir FIS yang digunakan dalam kegiatan FIS ini terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
                                i.            Formulir FIS-DJP.01, yaitu formulir yang digunakan untuk kategori Orang Pribadi
                              ii.            Formulir FIS-DJP.02, yaitu formulir yang digunakan untuk kategori Badan.
b)      Data dan Informasi Yang Diminta Dalam Sensus Pajak Nasional
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dalam SPN ini, data dan pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam SPN ini secara garis besar terbagi terbagi menjadi 4 (empat) Bagian pertanyaan (baik untuk Orang Pribadi maupun Badan), yaitu:
                                    i.            Subjek Pajak Sensus (Identitas)
                                  ii.            Lokasi Sensus (Tempat Tinggal/Usaha)
                                iii.            Kondisi Subjek Pajak Sensus (Kegiatan Usaha)
                                iv.            Alamat Sensus (bagian ini diisikan oleh petugas sensus).
c)      Formulir Isian Sensus untuk Orang Pribadi
Pertanyaan yang akan diajukan oleh petugas sensus berdasarkan FIS untuk Orang Pribadi terdiri dari:
                                i.            Subjek Pajak Sensus (Identitas)
    Pada bagian ini terdiri dari 15 pertanyaan mengenai identitas dan pemenuhan kewajiban perpajakan rensponden dalam pemenuhan kewajiban pendaftaran sebagai Wajib Pajak dan penyampaian SPT Tahunan. Pertanyaan yang harus dijawab responden pada bagian A ini adalah:
1)      Nama (sesuai dengan KTP) dan gelar. Untuk data nama, wajib diisikan pada FIS ini.
2)      Tempat/tanggal lahir. Data ini wajib diisi.
3)      Jenis kelamin. Data ini wajib diisi.
4)       Alamat tempat tinggal (sesuai dengan KTP). Data ini wajib diisi.
5)      Nomor pelanggan PLN. Bagi responden yang memiliki lebih dari satu ID pelanggan, maka data yang diisikan untuk pertanyaan ini cukup salah satu nomor ID pelanggan.
6)      Nomor telepon
7)      Nomor handphone
8)      Nomor Faksimile
9)      Email
10)  Kewarganegaraan (data ini wajib diisi). Bagi responden yang kewarganegaraannya adalah WNA, maka harus mengisikan negara asalnya. Pada pertanyaan nomor ini, juga dimintakan data nomor identitas (data ini wajib diisi). Kartu identitas dapat berupa KTP/Paspor/KITAS
11)  WP Terdaftar (data ini wajib diisi). Pertanyaan ini adalah menanyakan mengenai apakah responden telah mendaftarkan diri/terdaftar memiliki NPWP. Apabila jawaban untuk nomor ini adalah “Ya”, maka wajib diisikan NPWP milik responden yang bersangkutan.
12)  Menyampaikan SPT Tahunan (data ini wajib diisi). Apabila responden telah memiliki NPWP (WP terdaftar) dan telah/pernah menyampaikan SPT Tahunan, maka pada kolom Tahun Pajak Terakhir diisi dengan tahun pajak terakhir dari SPT Tahunan yang disampaikan tersebut.
13)  PKP terdaftar (data ini wajib diisi).
14)  Kedudukan (data ini wajib diisi). Khusus untuk data ini diisi oleh petugas sensus.
15)  Alamat korespondensi. Data ini wajib diisi apabila alamat tempat tinggal responden saat ini tidak sama dengan alamat yang tertera pada KTP yang digunakan untuk mengisi pertanyaan nomor 4 di atas.
                              ii.            Lokasi Sensus ( tempat tinggal/usaha)
Pada bagian ini terdiri dari 6 pertanyaan dengan nomor dimulai dari nomor 16 sampai dengan  nomor 21. Pertanyaan  yang ditanyakan pada bagian B ini adalah yang berkaitan dengan bangunan tempat petugas sensus mendatangi responden pada saat sensus dilakukan. Pertanyaan yang harus dijawab responden pada bagian B ini adalah:
16)  Status (data ini wajib diisi). Pertanyaan ini adalah menyangkut status kepemilikan bangunan/lokasi yang ditempati oleh responden pada saat petugas sensus datang melakukan sensus.
17)  Ada kegiatan membangun sendiri (data ini wajib diisi). Pertanyaan ini adalah sehubungan dengan kegiatan melakukan pembangunan yang dilakukan sendiri oleh responden atas bangunan yang digunakan oleh responden pada saat petugas sensus mendatangi responden. Yang termasuk kriteria kegiatan membangun sendiri di sini adalah pembangunan baru atau renovasi atas bangunan tersebut dengan luas lebih dari 300 m2.
Untuk pertanyaan  nomor 18 sampai dengan nomor 21 diisi apabila status kepemilikan bangunan yang disensus tersebut (jawaban pada pertanyaan nomor 16) adalah sewa.
18)  Nama pemilik (data ini wajib diisi), nama pemilik yang diisikan pada pertanyaan ini adalah nama pemiliki apabila pemilik bangunan individu (orang pribadi) atau nama perusahaan/badan apabila pemilik bangunan yang disensus adalah badan.
19)  Nomor identitas. Nomor identitas yang dimaksudkan di sini adalah NPWP atau Nomor KTP apabila pemilik bangunan yang disensus adalah individu, atau NPWP apabila pemilik bangunan yang disensus adalah badan.
20)  Alamat Tempat tinggal. Pertanyaan nomor 21 ini diisi dengan alamat tempat tinggal pemilik/yang menyewakan bangunan yang disensus.
21)  Pembayaran PPh atas persewaan tanah dan/atau bangunan. Untuk pertanyaan ini diisi dengan ada atau tidaknya dilakukan pembayaran PPh serta pihak mana (penyewa atau pemilik bangunan yang disewakan) melakukan pembayaran PPh atas sewa bangunan tersebut
                            iii.            Kondisi Subjek Pajak Sensus (Kegiatan Usaha)
     Pada bagian ini terdiri dari 5 (lima) pertanyaan dengan nomor dimulai dari nomor 22 sampai dengan nomor 26. Pertanyaan yang ditanyakan pada bagian C ini adalah yang berkaitan dengan status perkawinan dan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan responden, kegiatan usaha yang dilakukan oleh responden, serta penghasilan yang diperoleh responden. Pertanyaan yang harus dijawab responden pada bagian C ini adalah:
22)  Status (data ini wajib diisi), yang dimaksud status pada pertanyaan ini adalah status perkawinan bagi responden.
23)  Tanggungan (data ini wajib diisi). Jumlah tanggungan yang dimaksud dalam pertanyaan ini adalah jumlah anggota keluarga yang benar-benar ditanggung oleh responden (bukan jumlah tanggungan berdasarkan PTKP sebagaimana diatur dalam UU PPh). Anggota keluarga yang ditanggung meliputi anak, orang tua, saudara, dan tanggungan lainnya.
24)  Sumber penghasilan (data ini wajib diisi). Sumber penghasilan diisi berdasarkan jenis penghasilan seluruhnya yang diterima oleh responden. Sumber penghasilan berdasarkan pertanyaan ini terbagi menjadi: penghasilan dari pekerjaan, penghasilan dari usaha, penghasilan dari modal/investasi, penghasilan lainnya (penghasilan lainnya seperti dari MLM, komisi dan lainnya). Khusus untuk sumber penghasilan dari pekerjaan swasta, responden harus memilih salah satu jabatan apakah pengurus, manager atau pegawai. Sedangkan pada bagian sumber penghasilan dari usaha, terdapat kotak KLU (Klasifikasi Lapangan Usaha) ini diisi oleh petugas sensus.
25)  Sumber penghasilan dan Jumlah Penghasilan Kotor per Bulan (data ini wajib diisi). Pada bagian ini responden diminta untuk mengisi jumlah penghasilan kotor yang diterima per bulan. Jumlah penghasilan dibagi menjadi 7 range (lapis): yaitu 0 s.d. 10 juta, 11 juta s.d. 25 juta, 26 juta s.d. 50 juta, 51 juta s.d. 100 juta, 101 juta s.d. 200 juta, 201 juta s.d. 400 juta, serta di atas 400 juta.
26)  Jumlah karyawan (data ini wajib diisi). Karyawan yang dimaksud adalah karyawan yang bekerja pada responden.
Pada bagian ini terdapat juga terdapat 3 kolom untuk ditandatangani oleh responden, petugas sensus dan ketua UPS (atasan petugas sensus).

                            iv.            Alamat Sensus
     Bagian ini diisi oleh petugas sensus apabila alamat lokasi sensus tidak ada dalam peta blok.
D.    Realisasi Sensus Pajak 2011
 Sensus pajak nasional telah dimulai 30 September 2011 dan untuk tahun 2011 akan berakhir 31 Desember 2011. Selanjutnya akan dievaluasi dan dilanjutkan di tahun 2012. Direktorat Jenderal Pajak dan  Kementerian Keuangan telah mematok target 12 juta wajib pajak baru  yang bisa diraih melalui program sensus pajak nasional ini. Namun Target realisasi Sensus Pajak Nasional (SPN) 2011 yang ditargetkan adalah sebanyak 985.000 wajib pajak. Dan dari target tersebut ternyata baru  terealisasi 40 persen hingga akhir Oktober 2011.
E.     Kendala Sensus Pajak 2011
Direktorat Jenderal Pajak mengaku  menemukan kendala untuk melakukan pendataan terhadap wajib pajak baru. para calon wajib pajak menolak ketika diminta mengisi formulir isian sensus. Bahkan ada pula yang tidak berada di tempat ketika di lakukan   pendataan. Kendala ini disebabkan kurang optimalnya sosialisasi mengenai Sensus Pajak Nasional. Jendral Pajak (DJP) mengaku kesulitan mendapatkan data keuangan pada obyek pajak orang pribadi (OP), yang akan digunakan untuk menghitung PTKP. Sebab , data keuangan tersebut terdapat pada pihak perbankan.


BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan
1.      Sensus pajak Nasional 2011 diatur dalam  PMK 149/PMK.03/2011
2.      Sensus pajak Nasional 2011 merupakan program terbaru dari DJP untuk melaksnakanTRI Dharma Perpajakan guna meningkatkan jumlah PWOP dan WP Badan.
3.      Mekanisme Penyelenggaraan sensus pajak nasional dilakukan dengan cara mendatangi subjek pajak di lokasi subjek pajak dengan menggunakan teknik wawancara dengan menggunakan pertanyaan yang terdapat pada formulir Isian Sensus
4.      Realisasi Sensus pajak Nasional 2011 per akhir Oktober 2011 baru 40% dari target 985.000 wajib pajak.
5.      Kendala Sensus pajak Nasional 2011 adalah para calon wajib pajak menolak ketika diminta mengisi formulir isian sensus. Bahkan ada pula yang tidak berada ditempat ketika dilakukan pendataan dan kesulitan petugas sensus dalam   mendapatkan data keuangan WPOP.
B.     Saran
1.      Mengingat Sensus pajak Nasional 2011 adalah program terbaru dari Direktorat jendral pajak maka sudah selayaknya sosialsasi perlu dilakukan terhadap masyarakat umum dengan memaksimalkan kerja sama dan sosialisasi dengan pemda setempat
2.      Petugas-petugas Sensus pajak Nasional 2011 perlu dilakukan training yang lebih intensif agar lebih matang lagi dalam menghadapi Wajib pajak yang berbeda latar belakang.




Makalah Tentang PPh Pasal 21

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang diwajibkan kepada subyek pajak Orang pribadi maupun wajib pajak badan yang menerima penghasilan. Pajak penghasilan (PPh) diatur dalam UU No. 36 tahun 2008. Pajak penghasilan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, pasal 22, Pasal 23/26, Pasal 24, dan Pasal 25.
Pada tahun 2009 ini berlaku Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Salah satu hal yang mengalami perubahan adalah ketentuan tentang pemotongan PPh Pasal 21. Ketentuan pelaksanaan tentang hal ini diatur dalam  Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009. Berdasarkan  ketentuan inilah kami menuliskan tentang pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan dokter.
Dokter dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 termasuk pula dalam kelompok tenaga ahli di mana tenaga ahli juga masih termasuk dalam kelompok penerima penghasilan bukan pegawai. Tenaga ahli sendiri masuk dalam kelompok penerima penghasilan bukan pegawai seperti tercantum dalam Pasal 3 huruf c yang berbunyi:
Penerima Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan /atau PPh pasal 26 yang merupakan bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan , jasa atau kegiatan, antara lain meliputi :
1.      Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas , yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai, dan aktuaris.
2.      Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainya.
3.      Olahragawan
4.      Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5.      Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6.      Pemberi jasa dalam segala bentuk bidang termasuk teknik computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan social.
7.      Agen iklan.
8.      Pengawas atau pengelola proyek.
9.      Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
10.  Petugas penjaja barang dagangan.
11.  Petugas dinas luar asuransi.
12.  Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling atau kegiatan sejenis lainya.
Definisi Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan. Namun demikian, cara perhitungan PPh Pasal 21 Pada peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009. Di Pasal 9 ayat (1) huruf c Peraturan Dirjen, dasar pengenaan pajak bagi tenaga ahli (berarti juga dokter) yang melakukan pekerjaan bebas adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto. Khusus mengenai dokter, Pasal 10 ayat (6) memberikan penjelasan tentang penghasilan bruto dokter yaitu bahwa dalam hal penghasilan dokter yang melakukan praktek di rumah sakit atau klinik maka penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar pasien melalui rumah sakit/klinik  sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit/klinik.


B.     RUMUSAN MASALAH
Bagaimana cara menghitung PPh pasal 21 untuk Dokter  yang berstatus bukan pegawai?

BAB II
PEMBAHASAN

Dokter adalah termasuk dalam golongan tenaga ahli. Tenaga ahli sendiri masuk dalam kelompok penerima penghasilan bukan pegawai seperti yang tercantum  dalam Pasal 3 huruf c poin 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009.  Pengahasilan yang dipotong PPh pasal 21 pasal 5 ayat 1 poin e, yang berbunyi imbalan kepada bukan pegawai antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa , dan kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan  ayat 2, penghasilan tersebut termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Final, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus ( deemed profit) .
A.    DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21
Dasar Pengenaan dan pemotongan PPh pasal 21 yang sesuai dengan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 pasal 9  adalah sebagai berikut :
  1. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
1.      pegawai tetap;
2.      penerima pensiun berkala;
3.      pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
4.      bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
  1. jumlah penghasilan yang melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
  2. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c angka 1;
d.      Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana di maksud pada huruf a, b dan huruf c.

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 Pasal 16 perhitungan PPh Pasal 21 atas dokter (Tenaga Ahli)  adalah:
1.      Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari Penghasilan Kena Pajak;
2.      Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21. Dasar Pengenaan dan Pemotongan ditentukan sebesar 50% dari jumlah bruto; dan
3.      Tarif 15% dari jumlah bruto (bersifat Final) khusus untuk penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apapun yang dananya berasal dari APBN/APBD serta yang menerimanya PNS/TNI/POLRI/Pejabat Negara golongan III/a ke atas atau Letnan Dua ke atas.
  1. Apabila tidak/ belum memiliki NPWP maka tarifnya adalah 20% lebih tinggi atau 120% dari yang seharusnya terutang (Sesuai dengan pasal 20 PER 31/PJ/2009).

Untuk Pembayaran dan pelunasan, dilakukan dengan 2 cara :
1.      Pemotongan/Pemungutan oleh pihak pemberi penghasilan.
2.      Penyetoran sendiri oleh Wajib pajak setelah menghitung dan memperhitungkan PPh terhutang selama satu tahun pajak.


B.     CONTOH PERHITUNGAN PPH PASAL 21 UNTUK DOKTER
Untuk mempermudah dalam memahami penjelasan tersebut disini terdapat beberapa contoh perhitungan pajak atas dokter:
1.      Atas dasar Honorarium, komisi atau fee, uang saku, uang presentasi, uang rapat (bukan pegawai tetap).
Contoh soal 1 :
Bapak  Candra adalah seorang dokter yang bekerja di Rumah Sakit Hidayatullah, Yogyakarta. Penghasilan Bapak Candra selama Caturwulan pertama adalah bulan Januari 2010 adalah sebesar  Rp70.000.000, bulan Februari 2010 adalah sebesar Rp 80.000.000, bulan Maret 2010 sebesar Rp. 75.000.000 dan penghasilan pada bulan April 2010 adalah sebesar Rp.90.000.000 . Berapa besarnya PPh pasal 21 bapak Candra setiap bulannya?
Cara menghitungnya :
a.       Bulan Januari 2010, jasa tenaga ahli ( Dokter) sebesar Rp. 70.000.000.
DPP : Rp. 70.000.000  x 50% = Rp. 35.000.000
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000;
PPh 21 yang harus dipotong : 5% x Rp. 35.000.000 = Rp. 1.750.000
b.      Bulan Februari 2010, jasa tenaga ahli (Dokter) sebesar Rp. 80.000.000
DPP : Rp. 80.000.000 x 50% = Rp. 40.000.000
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000 + Rp 40.000.000 = Rp. 75.000.000.
PPh 21 yang harus dipotong:
5% x Rp. 15.000.000 = Rp. 750.000
15% x Rp. 25.000.000 = Rp. 3.750.000
Jumlah PPh 21 yang harus dipotong : Rp 4.500.000


c.       Bulan Maret 2010, jasa tenaga ahli (Dokter) sebesar Rp 75.000.000
DPP : Rp. 75.000.000 x 50% = Rp. 37.500.000
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000 + Rp 40.000.000 + Rp. 37.500.000 = Rp. 112.500.000.
PPh 21 yang harus dipotong:
15% x Rp. 37.500.000 = Rp. 5.625.000
d.      Bulan April 2010, jasa tenaga ahli (Dokter) sebesar Rp. 90.000.000
DPP : Rp. 90.000.000 x 50% = Rp. 45.000.000
DPP kumulatif : Rp. 35.000.000 + Rp 40.000.000 + Rp. 37.500.000 + Rp.45.000.000 = Rp. 157.500.000.
PPh 21 yang harus dipotong:
15% x Rp. 45.000.000 = Rp. 6.750.000
Contoh soal 2 :
dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter spesialis jantung yang melakukan praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Abdul Gopar, Sp.JP pada setiap akhir bulan. Selain praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dr. Abdul Gopar, Sp.JP juga melakukan praktik sendiri di klinik pribadinya. dr. Abdul Gopar, Sp.JP telah memiliki NPWP dan pada tahun 2009, jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Abdul Gopar, Sp.JP di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat adalah sebagai berikut:




Bulan
Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rupiah)
Januari
45,000,000.00
Februari
49,000,000.00
Maret
47,000,000.00
April
40,000,000.00
Mei
44,000,000.00
Juni
52,000,000.00
Juli
40,000,000.00
Agustus
35,000,000.00
September
45,000,000.00
Oktober
44,000,000.00
November
43,000,000.00
Desember
40,000,000.00
Jumlah
524,000,000.00
Maka Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulannya adalah sebagai berikut :
Bulan
Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rupiah)
Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 (Rupiah)
Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 Kumulatif (Rupiah)
Tarif  Pasal 17 ayat (1) huruf a
PPh  Pasal 21 terutang  (Rupiah)
(1)
(2)
(3)=50% x (2)
(4)
(5)
(6)=(3) x (5)
Januari
45,000,000
22,500,000
22,500,000
5%
1,125,000
Februari
49,000,000
24,500,000
47,000,000
5%
1,225,000
Maret
47,000,000
3,000,000  20,500,000
 70,500,000
5%
15%
150,000  3,075,000
April
40,000,000
20,000,000
90,500,000
15%
3,000,000
Mei
44,000,000
22,000,000
112,500,000
15%
3,300,000
Juni
52,000,000
26,000,000
138,500,000
15%
3,900,000
Juli
40,000,000
20,000,000
158,500,000 
 15%
3,000,000
Agustus
35,000,000
17,500,000
176,000,000
15%
2,625,000
September
45,000,000
22,500,000
198,500,000
15%
3,375,000
Oktober
44,000,000
22,000,000
220,500,000
15%
3,300,000
November
43,000,000
21,500,000
242,000,000
15%
3,225,000
Desember
40,000,000
8,000,000 12,000,000
250,000,000 262,000,000
15% 25%
1,200,000 3,000,000
Jumlah
524,000,000
262,000,000


35,500,000
Dan apabila ternyata dr. Abdul Gopar Sp.JP tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 terutang sebagaimana contoh di atas.

2.      Atas Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, karena sebagai pegawai tetap.
Contoh soal :
Dokter Yusuf adalah seorang  pegawai tetap di RS Sardjito dan berstatus belum kawin dengan gaji dan tunjangan sebulan adalah sebesar Rp15.000.000,-. Berapa  PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja?


Penyelesaian:
Gaji + Tunjangan setahun :                 15.000.000 x 12          =          Rp180.000.000,-
Pengurang :
Biaya jabatan :
(5%x jumlah bruto penghasilan setahun,
maksimal Rp6.000.000)                                                          =            Rp   6.000.000,-
PTKP Wajib Pajak                                                                    =            Rp 15.840.000,- 
Penghasilan Kena Pajak :
(Rp180.000.000 - Rp 6.000.000 - Rp 15.840.000)                 =            Rp158.160.000,-

PPh Pasal 21 terhutang setahun :
Tarif Pasal 17 x PKP =
5% x Rp 50.000.000,-             = Rp 2.500.000
15% x Rp108.160.000,-          = Rp16.224.000
Total                                        = Rp18.724.000

PPh Pasal 21 terhutung sebulan :
Rp18.724.000 : 12 = Rp. 1.560.333












BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Dokter dalam Peraturan DirJen Pajak termasuk dalam golongan tenaga ahli. Tenaga ahli sendiri masuk dalam kelompok penerima penghasilan bukan pegawai seperti yang ditemukan  dalam Pasal 3 huruf c poin 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 atas dokter ( tenaga ahli ) adalah didasarkan pada kumulatif penghasilan bruto dan besarnya tarif yang sesuai dengan pasal 17 UU PPh tahun 2008. Secara lebih detailnya untuk cara pemotongan PPh pasal 21 atas dokter ini diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 pasal 16.
Dari beberapa contoh diatas dapat dilihat bahwa adanya perbedaan besarnya PPh pasal 21 atas dokter hal ini dikarenakan atau tergantung dengan macam-macam penghasilan yang diterima oleh dokter tersebut. Yang pertama,  Atas dasar Honorarium, komisi atau fee, uang saku, uang presentasi, uang rapat yang dananya berasal dari APBN/APBD ataupun yang bukan, cara menghitung pajaknya adalah penghasilan bruto yang sudah dikumulatifkan sebesar 50% yang langsung dikalikan dengan tarif yang sesuai dengan pasal 17 UU PPh. Yang kedua, Atas Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, karena sebagai pegawai tetap, untuk cara menghitung pajaknya adalah besarnya gaji dan tunjangan yang dikurangi dengan biaya jabatan sebesar 5 % dari penghasilan bruto ( maksimal sebesar Rp 6.000.000) per tahun dan PTKP kemudian dikalikan dengan tarif yang sesuai dengan pasal 17 UU PPh.